Warmest regards

February 23, 2021

God, You Don't Have to Slap Me This Hard

Hari ini aku mengalami sebuah.... apa ya nyebutnya.... Spiritual Moment, maybe?

Sebuah momen yang bikin aku nangis senangis-nangisnya, rasanya seperti Tuhan menampar mukaku dengan kenceng, dan tamparan itu bikin aku betul-betul sadar.

Apa yang tadi aku sadari?

***

Cerita seorang teman sore tadi tentang masalah keluarganya membawaku ke kenangan tahun 2017 saat masa-masa aku menunggu wisuda dan belum dapat kerja. Tepatnya di tanggal 1 Agustus 2017, sebuah kenangan ketika mamah "curhat" sama aku. Saat itu posisiku di Jakarta dan mamah di Jogja, dan kami berbincang melalui chat WhatsApp.

Mamah adalah orang yang paling ngga pernah mau memperlihatkan kesedihannya, apalagi ke anak-anaknya. Tapi saat itu, mamah meluapkan kesedihannya padaku. Singkat cerita, di sesi curhat itu, aku mengirimkan 1 chat yang akan ku lampirkan di bawah. Dan chat ini lah yang membawaku ke spiritual moment hari ini. Ini dia chatku saat itu.

Sumpah, sampai saat ini pun ketika mataku baca chat itu, rasanya air mata langsung mendesak ke luar, dan aku usaha keras untuk menahannya. Kayak...woy kan udah tadi nangisnya, gausah nangis lagi sis...

Tahu ngga kenapa 1 chat ini bener-bener bikin aku merasa ditampar sekeras-kerasnya?

Karena, secara ngga aku sadari (karena aku bahkan lupa pernah doa kayak gini), semua doa itu sekarang sudah terkabul. Maha Besar Allah. Bener-bener terkabul semua, ngga ada kurangnya, justru bahkan lebih dari yang ku minta.

Pekerjaan

Aku ingat betul tanggal wisudaku waktu itu adalah 25 Agustus 2017. Ketika chat itu terjadi, aku lagi giat-giatnya 'nebar CV' dengan target bahwa saat wisuda aku sudah dapat pekerjaan. Segala puji bagiNya, aku dapat panggilan interview tanggal 21 Agustus 2017, lalu tanggal 23 Agustus 2017 aku dapat offer letter. Tanggal 4 September 2017 adalah hari pertama aku kerja.


Bayar Kuliah Bintang

Matematika Allah itu emang kadang ngga masuk di akal manusia yang ngga seberapa ini. Sebagai seorang fresh graduate yang baru mulai kerja, tentu gajiku ngga seberapa. Bisa dibilang, itu gaji super standar yang ngga akan memungkinkan aku flexin', at all. Jakarta dengan segala biaya hidupnya cuy. Tapi nyatanya dengan apa yang ada, sambil terus berusaha bertahan hidup aja di Jakarta, Allah izinin aku untuk nabung dikit-dikit bayar uang kuliah adek. Kalau dipikir-pikir sekarang, sumpah matematikanya ngga masuk guys. Tapi entahlah, nyatanya itu terjadi, dan ngga akan terjadi kalau bukan tangan Tuhan yang bekerja.


Umroh Mamah

Keinginan yang satu ini terpaksa aku kubur dulu saat itu karena boro-boro untuk nabung, punya uang sisa di H-1 gajian pun udah bersyukur banget. Jadi rasanya saat itu untuk membayangkan mamah bisa berangkat umroh tuh jauuuh banget, samar-samar, blur.

Tapi memang manusia itu ngga ada kuasa apa-apa untuk beberapa hal yang ranahnya di langit sana. Yang tadinya rasanya ngga mungkin, tiba-tiba terjadi di awal 2020. Yep, mamah berangkat umroh. Happy is an understatement.


Pekerjaan Bagus, Gajinya Besar

Nah kalau yang ini, karena variabelnya subjektif banget ya ('bagus' dan 'besar'), jadi yaaa... aku yakin bahwa yang Allah kasih sekarang adalah sesuai dengan kehendakNya. Alhamdulillah, lulus dari kantor lama, aku pindah ke kantorku sekarang yang orang bilang memang perusahaan bagus, dan nyatanya gajinya pun lebih besar. Sesuai dengan doa itu? Sesuai banget. Lucunya adalah, saat pergantian kantor ini hampir bertepatan dengan adek bungsuku masuk kuliah. Kayak... timeline dari Sang Pembuat Skenario tuh bener-bener pas, gak kurang suatu apapun. 

--yaa cuman gw agak nyesel ya doanya kurang spesifik harusnya pekerjaan menyenangkan dan gajinya double digit lol candaaaaa--

Tapi somehow aku paham kenapa Allah ngga ngasih aku uang berlimpah sekarang. Dengan gaji yang sekarang aja sering khilaf checkout Shopee sebelum bobok yah huhu..
"Tolong diperbaiki dulu ya, Acha," kata Allah.

***

Saat baca chat itu, aku langsung nangis sejadi-jadinya, sendirian, kayak ada yang goncang-goncangin badanku sambil bilang,
"Cha, Allah kurang baik apa sama kamu? Kurang baik apaa?"

Rasanya aku kayak orang yang berhutang besaaaar banget sama Dia yang selama ini sebaik itu. Aku ngerasa bodoh banget karena ngga menyadari ini dari dulu. Dan aku ngerasa kasihan banget sama diriku sendiri dengan nyadar bahwa, aku yang manusia biasa ini bisa apa kalau bukan dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Besar?

Ketika berkali-kali aku pernah menyesali posisiku hari ini, ketika berkali-kali aku pernah mengutuk pilihan-pilihan yang pernah ku ambil, aku ngga sadar bahwa sebetulnya ini adalah doa yang sudah dikabulkan. Ini adalah apa yang dulu aku harapkan. Bahkan, lebih dari apa yang dulu aku minta.


Akhir kata, ada 2 hal yang pengen aku sampaikan.

Please, percayalah sama kekuatan doa & ridho orang tua. Demi Allah 2 itu powernya luar biasa. 2 hal itu bisa jadi cahaya terang di tengah-tengah perjuangan. Dan dengan itu, aku yakin bahkan hal-hal yang saat ini rasanya ngga mungkin digapai, suatu hari tiba-tiba udah jadi nyata dan betapa bersyukurnya kita.

Yang kedua, stop membanding-bandingkan pencapaian diri dengan orang lain. Kamu ngga perlu membanding-bandingkan posisimu denganku, dengan punya saudaramu, dengan punya teman-temanmu. Karena kamu bukan aku, bukan saudaramu, bukan juga teman-temanmu. Jujur dulu aku ada masa di mana aku selalu mikir, "kenapa temen-temenku bisa punya tabungan, dana darurat, udah jadi manager, blablabla". Aku lupa bahwa setiap orang itu 'garis start'-nya aja udah beda, masa finishnya sama semua? Ada yang bawa banyak bekal, ada yang sedikit, ada yang modal selembar baju dan semangat aja. Just keep going. Tuhan tuh sayang banget sama umatnya, ngga mungkin ditinggalin gitu aja.

No comments:

Post a Comment