Warmest regards

September 22, 2019

Main Jungkat-Jungkit


Banyak kawan yang bilang bahwa Acha ini orangnya super positive-minded. Acha selalu bisa 'ambil hikmahnya'. Acha selalu ceria di segala sesuatu.

Guys,

sebetulnya aku ya manusia biasa yang banyak sambatnya.


Di suatu malam aku pulang dari kantor dengan perasaan yang aku sendiri gak bisa deskripsikan. Sedih iya. Marah iya. Tapi aku gak tahu kenapa aku harus sedih dan marah. Bingung. Bingung sumpah saat itu. Akhirnya aku telepon pacar.

Dia bilang, "Jadi kamu sedih tapi gak tau kenapa? Coba dibikin nangis aja. Mungkin setelah itu jadi lega. Coba pikirin hal-hal yang bikin kamu sedih, terus nangis deh"

Belum selesai kalimat dia, akunya udah mewek,

"Iyadeh, Fan, aku nangis dulu ya, makasih ya, Fan," lalu aku tutup teleponnya, dan nangis sesenggukan.

Aku tetap ngga tahu alasanku sedih karena apa. Bahkan sambil nangis aku ngomong, "Ya Allah ini aku nangis kenapa sih" lalu nangis sambil ngetawain diri sendiri. In a split second I thought I was going insane. Tapi terbayang sedihnya mamah kalau anaknya jadi gila karena merantau ke Sumatera 1 bulan. Lalu aku ngga jadi gila.

Di malam lainnya, aku langsung kirim chat ke Wilda yang isinya berbagai kedongkolan. Aku memang cuma bisa berbagi kedongkolan sama yang senasib sepenanggungan kayak Wilda. Sering kami beradu sambat sambil kembali ngetawain nasib yang lucu ini. Sebetulnya berbagai kedongkolan itu bisa di-sum up ke satu kata: Iri.

Mungkin mulutku bisa bilang dengan mudah kalau aku udah menerima apa yang udah terjadi saat ini, tapi rupanya hal itu ngga sepenuhnya berlaku di dalam hati. Well, you may call me hypocrite, haha. Ternyata belum bisa, hanya saja aku ngga mau hidup dan bekerja dirundung rasa sedih dan rasa ngga terima. Makanya selalu berusaha untuk lihat positifnya aja.

Di malam lainnya, aku bisa scroll down galeri foto di HP dan instagram just for the sake of reminiscing old days. Melihat kembali banyak momen dan nginget bahagianya saat itu, atau bahkan betapa sedihnya masa itu.

Aku salah satu orang yang menyayangkan bahwa waktu itu jalannya linear, kita ngga akan pernah bisa kembali ke masa yang sudah terlewat. Betapa inginnya kita mengulang saat itu, betapa kecil hal yang ingin kita perbaiki di masa lalu, ngga akan bisa. Dan aku sedih akan hal itu

***

Tapi di hari lainnya juga, ibu kosku manggil aku dari dalam rumahnya, tepat saat aku mau keluar pagar mau berangkat kerja. Sambil agak berlari dari dalam rumah, Ibu kos ngasih aku seporsi roti jala lengkap sama kuah durian yang udah dibungkus rapi.

Kata Ibu kos, "Buat sarapan Acha ya" *menangis terharu*

Di hari lainnya, ada seorang teman yang tiba-tiba telepon aku, di tengah super hectic-nya siang itu. Dia bilang,

"Cha, keluar kantor ya. Aku dateng ke sana dalam bentuk driver gojek hahaha"

Ternyata ada kiriman 1 Chatime dari Fuar yang saat itu lokasinya di Bogor.

Huaaaa ngga bisa aku dibaikin gini T____T


Lalu aku semakin sadar bahwa, yaa hidup tu begini. Mirip dengan permainan jungkat-jungkit, selalu ada naik dan turunnya. Ada sedih, tapi juga ada indahnya. Kalau main jungkat jungkit kan kita ngga di bawah terus, pasti ada naiknya. Kalau naik aja ngga turun-turun, atau turun aja ngga naik-naik, bukan mainan jungkat-jungkit namanya.

2 comments: