Warmest regards

September 9, 2017

Obat Mujarab bernama Syukur

from @robertclarkphoto's instagram
Kunci kebahagiaan, buatku, adalah bersyukur atas apapun yang kita alami dan peroleh. Seringkali kita lupa dengan hal-hal yang taken for granted padahal sebetulnya adalah nikmat yang hakiki. Baru sadar akan nikmat tersebut ketika kita kehilangannya.
Ketika bokek, “Ngga punya uang ngga enak ya...”
Ketika sakit, “Sakit itu ngga enak ya...”

Aku ngga mau berkeluh kesah dan menceritakan masalah-masalahku di sini. Karena di sini, di tempat ini, telah terkubuh sejuta kenangan (malah nyanyi). Karena aku paham bahwa orang-orang sebetulnya ngga begitu peduli dengan masalah yang sedang kamu alami.

Oleh karena itu, aku ingin menuliskan hal-hal yang saat ini membuatku merasa menjadi orang paling beruntung di dunia aja. Ngga pake akhirat #nggalucu. Despite all the problems we bear, there is always silver lining in every cloud, isn’t it? And those are my ‘silver lining’.

Aku bersyukur atas keluarga yang utuh, tak kurang suatu apapun, karena Allah SWT masih mengizinkanku memunyainya.

Aku bersyukur atas jabat tanganku dengan mamah sepulang kerja. Aku bersyukur atas adanya waktu dan kesempatan untuk bercerita bersama mamah di meja makan. Aku bersyukur atas sehatnya fisik mamah hingga saat ini, dan bahagianya hatinya. Kalau cinta itu berwujud api, maka kepada mamah lah satu-satunya cintaku yang ngga pernah padam.

Aku bersyukur atas makanan yang masih tersedia. Jarang yang mewah, memang, yang katanya bergizi pun demikian. Walau seringnya telur-mie-telur-mie (terutama kalau mamah sedang ngga di Jakarta), tapi aku bahagia. Beberapa waktu yang lalu, Tania sahabatku menginap di rumah dan saat itu aku hanya punya mie instan, telur, nasi, dan abon ikan. Kemudian karena kami harus tetap bertahan hidup, kami susun semuanya: nasi di tengah, mie mengitarinya, telur dadar melingkupi, lalu abon ikan jadi taburan. Kami makan sambil berkicau tentang betapa indahnya makanan ini.

Aku bersyukur atas pekerjaan yang saat ini aku dapatkan. Meskipun—kalau kata mamah—memulai jadi ‘tukang cuci piring di sebuah restoran besar’, tapi aku sangat bahagia bisa berada di sini. Mamah pun sangat bahagia dan mendukungku—ini yang lebih berarti. Hal yang paling keren dari pekerjaan ini adalah, ada berlimpah ilmu baru di setiap interaksi di dalamnya, baik itu hard skill dan soft skill. Beneran! Terlebih, ranah industrinya in-line dengan ranah ilmu yang aku ampu di kuliah. Meskipun shalat pertama yang aku lakukan di kantor (shalat zuhur) salah kiblat (hadap selatan, baru sadar pas ashar), tapi bekerja di kantor ini adalah sebuah berkah yang melimpah.

Aku bersyukur atas kebersamaanku dengan Irfan. Tentu hubungan kami banyak naik-turunnya, lika-likunya, tapi kita masih bisa dan mau mencoba bertahan sampai sekarang. Salah satu kutipan favoritku tentang relationship adalah,
“A perfect relationship is just two imperfect people who refuse to give up on each other.”
Aku ngga mau terlalu muluk-muluk sih soal ini karena, kalau kata Big Bang, “No, I don’t wanna go too fast, ‘cause nothing really lasts
Atau kata Iwan Fals, “Seperti biasa aku tak sanggup berjanji, hanya mampu katakan ‘Aku cinta kau saat ini’ entah esok hari, entah lusa nanti. Entah,” (nyanyi aja teroooosss)

Satu hal yang pasti untuk saat ini, I want to make it works. I want it to have a happy ending.

Aku bersyukur atas lagu baru Taylor Swift yang berjudul “Look What You Made Me Do”. Aku ngga langsung mendengarkan lagu itu setelah dirilis, mungkin sekitar 4-5 hari setelahnya. Selama itu aku lebih sering melihat/membaca komentar yang sifatnya mencibir Taylor di lagu itu. Penasaran dong. Lalu aku setel deh di YouTube. Kemudian aku jatuh cinta dengan Taylor Swift yang ‘baru’ ini. Beneran deh! Ya video clip-nya, ya liriknya, ya melodinya, ya iramanya, semua cocok buatku. Ternyata sebuah lagu saja bisa membuatku instantly happy.

Aku bersyukur atas rumah yang aku tempati saat ini. Memang bukan rumahku atau rumah mamah. Kami hanya “menumpang”. Dulu saat masa kuliah sih rumah ini super jauh dari kampus. Kelas pukul 8:00, aku harus berangkat sebelum 6:45 agar ‘aman’. Itu pun kalau kereta ngga gangguan dan aku ngga ketiduran lalu kebablasan (beberapa kali terjadi, btw). Tapi, untuk sekarang, karena aku sudah tidak perlu ke kampus lagi, rasanya lokasi rumah ini adalah lokasi idaman semua budak korporat. Di depan persis ada halte transjakarta, ke stasiun pun tinggal naik angkot 1x atau ojek online dengan tarif terendah.



Dan berjuta hal lainnya yang bisa aku syukuri.

Untukku, memikirkan tentang nikmat Allah SWT yang aku terima menjadi obat mujarab segala resah dan kesedihan. Aku berharap kalian juga berpikir demikian. Pun jika tidak, aku berharap kalian yang membaca ini juga memiliki hati yang tentram dan bahagia, dalam kebaikan.
Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, dan selalu menuntun kita di jalan yang benar.

Yang bahagia, ya! :-D

No comments:

Post a Comment