August, 1st, 2012
Padmanaba without sixty eight, is still Padmanaba.
But sixty eight without Padmanaba? Not more than just a bullshit.
Yep, that's true.
For me, Padmanaba is a united. Padmanaba is one big thing, and every part definitely can't standing alone. Really. 68 is great, because we are part of Padmanaba, because there are 67, 66, and the others. And so is another generation. We are completing each other, supporting each other, live with Padmanaba's rule in Padmanaba's world.
I'm glad and I'm proud of it.
I'm proud to be a part of Padmanaba...
Saya bangga berada di Padmanaba, dimana mereka, para orang hebat, berkumpul dan berbagi ilmu.
Saya akui, teman-teman saya di Padmanaba betul-betul para orang hebat. Pemikir yang jenius. Penasehat yang rendah hati. Beberapa adalah pemimpin yang bijaksana. Beberapa teman yang setia. Saya tidak tahu diri saya termasuk di golongan apa, yang jelas, saya bangga berada di tengah-tengah mereka.
Saya bangga berada di Padmanaba, dimana pluralitas dijunjung tinggi, dan batas-batas dileburkan. Dalam arti positif tentunya. Padmanaba benar-benar sekolah yang unik. Kami, yang berada di dalamnya, benar-benar beragam warna, beragam rasa, beragam visi, beragam cara. Tapi kami semua bersatu dan berbaur,
meleburkan batas-batas yang ada, namun tetap mempertahankan ciri khas masing-masing. Pluralis, itu yang tertanam pada kami.
Sekali lagi, dalam arti positif pastinya. Kami para muslim, tidak ragu bergaul bersama mereka para Kristen,Katolik,Hindu (kebetulan tidak ada yang beragama Budha). Mereka yang non-muslim pun sangat terbuka pada kami yang muslim. Tanpa ada rasa canggung, kami
nongkrong di
basecamp manapun.
Setiap orang dari kelompok apapun memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi yang terdepan. Ini sungguh-sungguh terjadi, bukan hedon saya belaka! Ketika saya merenungi ini pun, saya kadang masih tidak habis pikir,
bagaimana bisa 'sistem' seperti ini tercipta, keadaan se-colorful ini berjalan tanpa ada yang diributkan.
Saya bangga.
Saya bangga berada di Padmanaba, dimana kemampuan saya benar-benar diuji, dan kualitas diri menjadi modal sekaligus senjata. Tiga tahun memang tidak ringan, itulah sebabnya ada modal dan senjata. Pada mulanya, kualitas diri Kami, Padmanaba 68--sebagai anak lulusan SMP-, masih sangat perlu diasah. Modal ini kami pegang erat dan kami kelola sebaik yang kami bisa. Dengan uluran tangan kakak-kakak angkatan kami, yang selalu menggenggam kami, sedikit demi sedikit batu yang tadinya keras dan pepat, dapat dipecahkan dan lebih bermanfaat.
Kualitas diri ini, modal ini, sudah beralih menjadi senjata, senjata dalam mempertahankan diri dan melawan segala halangan. Senjata ini kami genggam erat, dan terus kami asah agar tetap tajam.
Sekarang saya dan Padmanaba 68 lain sudah memasuki tahun terakhir kami. Bahagia sekaligus sedih. Bahagia, proses kami selama ini memang membahagiakan. Senyum, canda, tawa terurai lepas, meski terkadang air mata pun tak ragu datang.
Overall, ini membahagiakan. Tetapi kami sedih, dengan semua yang telah kami dapat, apa yang sudah kami berikan untuk Padmanaba? Mungkin saat ini belum, tapi jika saatnya tiba, kami akan kembali dan menunjukkan diri kami.
Camkan ya, Padz :)